90 Persen Kawasan Industri Belum Dimanfaatkan, Dirjen Tata Ruang: Potensi Investasi Masih Terbuka Lebar

Enimpost,NASIONAL- Di balik ambisi Indonesia menjadi pusat industri unggulan Asia, tersembunyi peluang emas yang belum tergarap maksimal. Fakta mencengangkan diungkap oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN: lebih dari 90 persen kawasan industri yang telah ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ternyata masih tidur panjang—belum dimanfaatkan secara optimal.

“Ruangnya sudah tersedia, lahannya sudah kita petakan dalam tata ruang. Tapi pemanfaatannya masih sangat rendah. Ini peluang besar bagi para investor,” tegas Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, dalam Dialog Nasional Munas IX Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, di Jakarta, Kamis 19 Juni 2025.

Data terbaru menyebutkan, dari sekitar 185.412 hektare kawasan industri yang dialokasikan di Pulau Sumatera, hanya 7 persen atau sekitar 13.000 hektare yang benar-benar digunakan. Kondisi serupa terjadi di Pulau Jawa, di mana dari total 350.539 hektare lahan industri yang telah tertuang dalam dokumen RDTR, baru sekitar 9,75 persen yang dimanfaatkan.
Suyus menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar cermin lemahnya implementasi, tetapi sekaligus menjadi potret terbukanya potensi ekonomi luar biasa.

“Kalau kita bicara pertumbuhan ekonomi, inilah titik masuknya. Kawasan industri adalah fondasi ekonomi berbasis ruang. Kalau 90 persen ini bisa dimanfaatkan, dampaknya akan luar biasa,” ujarnya.

Namun, jalan menuju optimalisasi tersebut tak mulus. Sejumlah tantangan struktural masih membelit. Mulai dari belum lengkapnya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), keterlambatan integrasi RDTR dalam sistem Online Single Submission (OSS), hingga kendala penguasaan dan pengadaan lahan.

“Eksekusinya yang jadi PR besar. Percepatan KKPR, sinkronisasi RDTR, hingga penyelesaian sengketa lahan, ini yang sedang kita kebut,” imbuh Suyus.

Pemerintah pusat, lanjutnya, telah menetapkan target ambisius: 2.000 RDTR harus terintegrasi dengan OSS sebagai basis percepatan perizinan usaha berbasis ruang. Sayangnya, hingga pertengahan 2025, baru 367 RDTR yang berhasil masuk ke dalam sistem. Sisanya masih dalam proses sinkronisasi dan digitalisasi di berbagai daerah.

Kementerian ATR/BPN pun tidak tinggal diam. Dukungan konkret diberikan kepada pemerintah daerah berupa bantuan teknis, anggaran, hingga pendampingan penyusunan RDTR. Semua itu bertujuan satu: menghilangkan hambatan agar kawasan industri yang telah direncanakan tidak hanya berhenti di atas kertas.

“Kalau tata ruangnya sudah siap dan eksekusinya tepat, kita bisa menciptakan ekosistem investasi yang kompetitif. Bahkan bisa menyaingi negara-negara lain di Asia Tenggara,” tandasnya.

Dengan potensi yang begitu besar namun belum terjamah, kini bola panas ada di tangan semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, maupun investor. Saatnya kawasan industri tak hanya jadi wacana tata ruang, tapi menjadi tulang punggung ekonomi nyata bagi Indonesia.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *