UMKM dan Kampus Bertemu di Titik Terang: Warung Kecil Siap Masuk Era Digital

Enimpost.com,NASIONAL,- Di balik riuhnya pasar tradisional dan ramainya warung kelontong yang bertahan di tengah gempuran ritel modern, tersembunyi kisah perjuangan pelaku UMKM yang tak pernah lelah. Namun, dalam kuliah umum Workshop Young Future Leader yang digelar Jumat (22/5/2025) di Auditorium Fisipol UGM, harapan baru mengemuka: warung-warung kecil kini tak lagi berjalan sendiri. Pemerintah dan kampus bersatu untuk memfasilitasi lompatan besar — digitalisasi UMKM.

 

Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, menyebut bahwa dari 65 juta pelaku UMKM di Indonesia, hanya sebagian kecil yang mampu naik kelas dan bertahan dengan sistem pengelolaan modern. “Kita menghadapi tantangan serius. Rasio kewirausahaan kita masih 3,3 persen. Itu terlalu rendah jika ingin bersaing di kancah global,” tegasnya.

 

Namun, tantangan itu bukan akhir. Justru menjadi titik tolak. Pemerintah melalui Kemendag kini menggandeng perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), untuk menghadirkan solusi konkret bagi pelaku UMKM di akar rumput. Mahasiswa akan diterjunkan ke lapangan melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) berbasis pengabdian masyarakat, dengan misi utama: digitalisasi warung rakyat.

 

“Sederhana, tapi dampaknya besar. Kami ingin warung-warung tradisional mulai menggunakan teknologi. Dari pengelolaan stok, pencatatan penjualan, hingga kemudahan transaksi bagi pelanggan,” ujar Budi.

Bagi pelaku UMKM, pendekatan ini adalah angin segar. Sutiyem, pemilik warung kelontong di Sleman, misalnya, menyambut gembira program ini. “Saya gaptek. Tapi kalau ada anak-anak kuliahan bantu, mungkin saya bisa belajar cara pakai aplikasi biar usaha makin rapi,” katanya dengan senyum penuh harap.

Digitalisasi bukan hanya perkara teknologi, tapi juga soal keberlanjutan usaha kecil. Banyak pelaku UMKM yang terjebak dalam sistem konvensional: pencatatan manual, kesalahan stok, dan sulit mengakses modal karena data keuangan tidak tertata. Dengan kehadiran mahasiswa sebagai pendamping, mereka tak hanya belajar teknologi, tapi juga manajemen sederhana yang selama ini luput.

Sekretaris Direktorat Pengembangan Usaha UGM, Prof. Ir. Sang Kompiang Wirawan, menyebut program ini juga sebagai jalan dua arah. Mahasiswa tak hanya belajar dari buku, tapi menyerap langsung dinamika lapangan. “Kami ingin mahasiswa punya kepedulian sosial sekaligus kompetensi praktis. Mereka akan bantu pemilik warung memahami aplikasi kasir digital, sistem inventaris, hingga pemasaran online,” ungkapnya.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga mendukung penuh inisiatif ini. Menurut Regional CEO John Sarjono, UMKM yang tertib administrasi dan paham digital lebih mudah mengakses pembiayaan. “Kalau warung sudah bisa pakai aplikasi, pencatatannya jelas, bank lebih percaya kasih modal usaha,” ujarnya.

Langkah ini menjadi awal dari transformasi besar: UMKM tidak lagi jadi penonton di era digital, tapi aktor utama. Jika berhasil, bukan tidak mungkin, pasar rakyat akan menjadi simbol kebangkitan ekonomi dari bawah — dan warung-warung kecil yang dulu nyaris tenggelam akan bersinar dengan cahaya teknologi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *