Harga yang Dibayar: Pekerja Migran dan Krisis Rumah Tangga

enimpost.com,- Menjadi pekerja migran di luar negeri kerap menjadi pilihan bagi banyak individu untuk mengubah nasib dan keluar dari jerat kemiskinan. Mereka sering disebut sebagai “Pahlawan Devisa” karena kontribusi finansial yang mereka kirimkan ke tanah air. Namun, tidak semua pekerja migran dapat mencapai impian mereka. Banyak dari mereka menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari status pekerja ilegal, perdagangan manusia, hingga persoalan rumah tangga yang berujung pada perceraian.

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, bekerja sama dengan Child Health and Parent Migration in Southeast Asia (CHAMPSEA) sejak 2008, menemukan adanya fenomena gangguan perkawinan (marital disruption) di kalangan rumah tangga pekerja migran Indonesia.

Prof. Dr. Sukamdi, M.Sc., peneliti dari PSKK, mengungkapkan bahwa migrasi kerap dianggap sebagai solusi keluar dari kemiskinan. Meskipun remitansi yang dikirimkan pekerja migran mampu membantu keberlangsungan ekonomi keluarga mereka, terutama selama pandemi, namun tidak sedikit yang mengalami ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

“Dampak paling signifikan yang dirasakan oleh rumah tangga pekerja migran Indonesia adalah tingginya angka perceraian. Jarak yang memisahkan dalam jangka waktu lama membuat keharmonisan keluarga sulit terjaga,” jelas Sukamdi dalam paparan hasil penelitiannya pada Kamis 27 Februari 2025 lalu.

Anak-anak menjadi pihak yang paling terdampak dalam kondisi ini. Mereka rentan mengalami gangguan kesehatan mental, seperti gejala emosional, perilaku menyimpang, hingga hiperaktivitas. “Dampak psikologis yang dialami anak-anak dari pekerja migran sangat signifikan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Sukamdi menyoroti bahwa data pekerja migran yang tercatat oleh pemerintah hanyalah sebagian kecil dari jumlah keseluruhan yang berangkat ke luar negeri. Mayoritas pekerja migran berasal dari kelompok perempuan, dan banyak di antara mereka yang bekerja di luar negeri dengan dokumen tidak resmi. Fenomena ini diperparah oleh keberadaan majikan yang memanfaatkan tenaga kerja tanpa melalui jalur resmi.

“Banyak oknum calon majikan menjanjikan pengurusan dokumen, tetapi pada kenyataannya, hal tersebut tidak dilakukan. Akibatnya, pekerja migran terjebak dalam status ilegal, dengan skenario yang diatur sedemikian rupa agar praktik ini sulit terdeteksi,” paparnya.

Prof. Lucy Jordan, peneliti dari CHAMPSEA, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama PSKK UGM telah melakukan riset jangka panjang mengenai migrasi internasional. Penelitian yang dilakukan di Ponorogo—salah satu daerah dengan jumlah pekerja migran tinggi—menunjukkan adanya perubahan pola pikir masyarakat.

“Saat ini, semakin banyak orang yang tidak lagi menjadikan migrasi sebagai solusi utama untuk keluar dari kemiskinan. Cara pandang terhadap pekerjaan di luar negeri mulai berubah,” jelasnya.

Sementara itu, Dr. Ely Susanto dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM, menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja atau belajar di luar negeri. “Jangan sampai mereka terbuai oleh istilah ‘Pahlawan Devisa’ tanpa mendapatkan perlindungan yang memadai,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dalam periode Januari-Agustus 2024, tercatat 207.090 pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di berbagai negara. Dari jumlah tersebut, 108.477 bekerja di sektor informal, sementara 98.613 lainnya di sektor formal. Pekerja migran didominasi oleh perempuan dengan jumlah 141.627 orang, sedangkan laki-laki sebanyak 65.463 orang.

Fenomena gangguan perkawinan di kalangan pekerja migran menjadi persoalan serius yang perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah diharapkan tidak hanya memberikan perlindungan bagi pekerja migran itu sendiri, tetapi juga bagi keluarga yang mereka tinggalkan, terutama anak-anak. Jangan sampai upaya mencari kesejahteraan justru meninggalkan luka mendalam bagi generasi yang ditinggalkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *