Enimpost.com,MUARAENIM,– Langit Tanjung Enim sore itu berwarna kelabu. Sebuah pesawat melintas tinggi di atas rumah sakit kala Dian Adi Saputra duduk di sisi ranjang ibunya. Ia menggenggam tangan sang ibu yang terbaring lemah. Di tengah kecemasan dan letihnya menunggu, matanya menatap langit. Pesawat itu menggoreskan imajinasi.
“Suatu hari nanti, aku juga ingin terbang,” batinnya, penuh harap.
Bagi Dian, yang lahir dari keluarga sederhana—ayahnya bekerja serabutan dan ibunya berdagang di pasar—naik pesawat adalah mimpi yang nyaris mustahil. Tapi yang ia impikan bukan hanya sekadar terbang. Ia ingin terbang menuju masa depan yang lebih baik.
Lulus SMA pada 2015, Dian menyimpan keinginan besar untuk kuliah. Namun, suara realistis sang ibu menghentakkan harapan itu, “Biayanya dari mana, Nak?” Kalimat itu bukan penolakan, melainkan kejujuran seorang ibu yang sadar tak mampu memaksakan mimpi besar anaknya.
Tapi takdir punya cara menyapa mereka yang tak menyerah. Dari seorang teman, Dian mendengar tentang Program Bidiksiba dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA)—beasiswa penuh untuk anak-anak berprestasi dari keluarga prasejahtera di sekitar wilayah operasional perusahaan. Tanpa ragu, Dian menghadiri sosialisasi. Nama Politeknik Negeri Malang (Polinema) tertera dalam daftar kampus mitra. Di sanalah ia mengukir harapan.
Dian mendaftarkan diri di jurusan D3 Manajemen Informatika. Seleksi berjalan ketat, saingan datang dari berbagai penjuru. Tapi Dian lolos. Saat namanya diumumkan sebagai penerima beasiswa, impian yang dulu hanya menari di langit sore menjadi nyata. Ia terbang ke Jawa, untuk pertama kalinya naik pesawat—bukan sebagai penumpang biasa, tapi sebagai anak muda yang membawa cita-cita besar.
“Pengalaman itu tak akan pernah saya lupakan. Rasanya seperti dunia sedang membuka pintu untuk saya,” kenang Dian, matanya berbinar.
Di Polinema, Dian membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan hambatan untuk bersinar. Ia menjadi Duta Kampus Polinema, Duta Batik Kota Malang, bahkan Duta Politik Kota Malang. Ia bukan hanya mahasiswa penerima beasiswa, ia adalah representasi dari daya juang anak bangsa yang tak ingin dikasihani, tapi diberi kesempatan.
Setelah menyelesaikan studi, Dian pulang. Bukan sebagai anak pasar, bukan sebagai pengemban mimpi kosong, tapi sebagai inspirasi nyata bagi generasi Tanjung Enim. Ia kembali untuk menyalakan lentera mimpi bagi anak-anak muda lain yang mungkin pernah merasa seputus asa dirinya dulu.
“Saya pulang bukan hanya membawa gelar. Saya bawa harapan. Saya ingin adik-adik saya tahu, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Pendidikan itu kunci,” tegasnya.