Batubara Menggila, Energi Terbarukan Terlunta: PINUS Desak Transisi yang Berpihak ke Rakyat

enimpost.com, – Sumatera Selatan dikenal sebagai lumbung energi fosil nasional. Dengan cadangan batubara mencapai 9,3 miliar ton dan puluhan pembangkit listrik berbasis fosil yang masih beroperasi, provinsi ini menyumbang ratusan juta ton batubara setiap tahunnya. Namun, bagaimana Sumsel bisa beralih ke energi bersih seiring target nasional yang ingin mengakhiri penggunaan energi fosil pada 2045?

Rabin Ibnu Zainal dari Pilar Nusantara (PINUS) Indonesia menilai, tantangan utama bukan hanya pada aspek teknis atau infrastruktur, tapi terletak pada penataan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal yang telah lama bergantung pada industri energi fosil. Menurutnya, transisi energi tidak akan berhasil jika tidak menyentuh fondasi kehidupan masyarakat yang terdampak langsung.

“Transisi energi bersih harus dimulai dengan meningkatkan kesadaran publik. Masyarakat perlu paham bahwa ini bukan hanya soal mengganti sumber energi, tapi menyelamatkan masa depan dari krisis iklim,” ujar Rabin, awal Desember 2025.

Rabin menambahkan, pelibatan masyarakat dalam proses transisi sangat penting. Ia menyoroti pentingnya pelatihan ulang (reskilling) bagi tenaga kerja lokal yang selama ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertambangan batubara. Tanpa strategi diversifikasi ekonomi yang konkret, transisi justru bisa menimbulkan konflik sosial baru.

“Pelatihan kerja dan program pemberdayaan ekonomi alternatif harus disiapkan sejak awal. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk ini, sebagai bagian dari komitmen transisi energi yang adil,” tegasnya.

Secara budaya, PINUS juga menilai perlunya pelestarian kearifan lokal yang menghormati alam dan sumber daya lokal. Komunikasi budaya, seperti melalui kesenian dan tradisi masyarakat, dapat menjadi medium efektif untuk menyampaikan pesan transisi energi kepada publik.

“Nilai-nilai budaya lokal bisa dijadikan landasan dalam menyusun narasi energi bersih yang lebih membumi dan diterima masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, data menunjukkan bahwa pemanfaatan energi terbarukan di Sumsel masih minim. Dari potensi sebesar 21.032 MW, baru dimanfaatkan 973,95 MW atau 4,63 persen. Padahal, potensi terbesar berasal dari tenaga surya, yakni sebesar 17.233 MWp.

Di sisi lain, PLTU batubara terus beroperasi. Bahkan beberapa unit baru, seperti PLTU Sumsel-8 di Tanjung Lalang, mulai beroperasi pada 2023. Direktur Sumsel Bersih, Boni Bangun, menyebut kondisi ini kontradiktif dengan target nasional yang ingin menghapus PLTU pada 2040.

Untuk itu, Rabin menegaskan kembali bahwa transisi energi bukan hanya urusan pusat, tetapi juga menuntut komitmen kuat dari pemerintah daerah. “Sumsel harus punya strategi komprehensif, tidak bisa lagi sekadar mengikuti arus. Rakyat butuh kepastian, bukan hanya janji,” pungkasnya.

Jika Sumatera Selatan ingin ikut dalam arus perubahan global menuju energi bersih, maka reformasi struktural hingga pada tataran sosial-budaya adalah syarat mutlak. Seperti disampaikan PINUS, transisi energi yang adil adalah transisi yang berpihak pada manusia dan lingkungan secara bersamaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *