enimpost.com,JAKARTA,– Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Muara Enim 2024 memasuki babak baru dengan adanya sengketa yang diajukan oleh pasangan calon (Paslon) Nomor 3, H. Nasrun Umar – Lia Anggraini, terhadap hasil penetapan KPU. Gugatan ini menarik perhatian publik, khususnya masyarakat Kabupaten Muara Enim, karena menyangkut legitimasi kemenangan pasangan terpilih, H. Edison, S.H, M.Hum, dan Ir. Hj. Sumarni, M.Si.
Pilkada Muara Enim 2024 diikuti oleh empat pasangan calon, yaitu Paslon Nomor 1 Ahmad Rizali – Shinta Paramita Sari, Paslon Nomor 3 H. Nasrun Umar – Lia Anggraini, Paslon Nomor 4 Ramlan Holdan – Ropi Alex Candra, serta pasangan terpilih, Paslon Nomor 2 H. Edison – Hj. Sumarni. Persaingan berlangsung ketat, tetapi hasil rekapitulasi suara KPU menempatkan Edison-Sumarni sebagai pemenang.
Namun, hasil tersebut tidak diterima oleh Paslon Nomor 3. Melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis, Paslon Nasrun-Lia mengajukan permohonan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menuding adanya pelanggaran yang memengaruhi hasil pemilu, serta meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan terpilih dan memerintahkan pemungutan suara ulang di empat kecamatan, yakni Lawang Kidul, Muara Enim, Ujan Mas, dan Empat Petulai Dangku.
Gugatan Paslon Nomor 3 mencakup tiga poin utama yang dipersoalkan dalam persidangan di MK. Tim kuasa hukum mereka menilai bahwa proses pemilihan mengandung pelanggaran serius. Namun, berdasarkan pantauan proses persidangan yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi MK, pihak KPU, Bawaslu, serta kuasa hukum pasangan terpilih memberikan bantahan yang tegas terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon.
Menurut Riasan, S.H., M.H., dan Ronald, S.H., yang menjadi kuasa hukum Edison-Sumarni, ada tiga kelemahan mendasar dalam permohonan gugatan Paslon Nomor 3:
1. Batas Waktu Pengajuan Lewat
Permohonan dinyatakan kadaluwarsa karena diajukan pada 6 Desember 2024 pukul 17.29 WIB, melebihi batas waktu yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PerMK) Nomor 3 Tahun 2024. Sesuai aturan, gugatan harus diajukan paling lambat pada 5 Desember 2024 pukul 24.00 WIB.
2. Ambang Batas Dilampaui
Permohonan pemohon tidak memenuhi syarat ambang batas selisih perolehan suara, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ketentuan menetapkan ambang batas sebesar 1%, sementara selisih suara antara Paslon Nomor 3 dan pasangan terpilih mencapai 3,12%.
3. Tuntutan Kabur
Terdapat pertentangan dalam tuntutan yang diajukan pemohon (petitum), yang membuat permohonan dinilai kabur dan sulit untuk dipertimbangkan secara substansial.
Menanggapi gugatan tersebut, kuasa hukum pasangan Edison-Sumarni meyakini bahwa MK akan menolak permohonan yang diajukan oleh Paslon Nomor 3. Ketiga alasan formil di atas dinilai cukup untuk menjadi dasar keputusan dismisal (penolakan) oleh Majelis Hakim MK.
“Kami percaya, berdasarkan hukum acara yang berlaku, gugatan ini tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan,” ujar Riasan.
Lebih jauh, mereka juga menyoroti opini yang berkembang di masyarakat, yang dinilai sengaja dibangun untuk memengaruhi persepsi publik terhadap hasil Pilkada.
“Kami sudah menjawab semua tuduhan yang dilontarkan melalui pemberitaan sebelumnya. Fakta hukum di persidangan membuktikan bahwa tidak ada pelanggaran sebagaimana yang dituduhkan,” tambahnya.
Perkembangan kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama menjelang putusan MK. Bagi masyarakat Muara Enim, sengketa ini bukan hanya soal perebutan kekuasaan, tetapi juga menyangkut integritas demokrasi di tingkat lokal. Putusan MK diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan mengakhiri polemik yang berkembang.
Sementara itu, masyarakat dan berbagai pihak terus menanti kelanjutan persidangan, dengan harapan agar proses hukum berlangsung transparan, adil, dan berdasarkan fakta hukum. Apakah gugatan Paslon Nomor 3 akan diterima atau justru ditolak, semua akan terjawab dalam putusan MK yang dijadwalkan akan keluar dalam beberapa waktu ke depan.(*)