enimpost.com,INTERNASIONAL – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyatakan visi besar Indonesia untuk menjadi referensi global dalam standar pengolahan material baterai kendaraan listrik. Menurut Anindya, kepatuhan terhadap standar internasional tidak hanya sejalan dengan konstitusi Indonesia, tetapi juga membuka peluang besar dalam aspek bisnis. Hal ini diungkapkan Anindya saat menjadi panelis di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pada 21 Januari 2025.
Dalam lingkup rantai pasok global, Indonesia berkomitmen tidak hanya memproduksi material baterai tetapi juga memastikan bahwa proses produksinya mendukung keberlanjutan. Anindya menyoroti kemampuan unik Indonesia untuk memproduksi material baterai dengan memanfaatkan energi hijau sambil mengurangi emisi karbon.
“Indonesia memiliki kesempatan untuk memimpin dalam pengolahan material baterai berkelanjutan, yang menjadi nilai tambah signifikan di industri kendaraan listrik dunia,” ujarnya.
Keberhasilan Indonesia dalam memasok material baterai ke berbagai negara maju menunjukkan kemampuan ini. Beberapa perusahaan Indonesia telah berhasil mengirimkan pasokan ke China, Eropa melalui Eramet dan Volkswagen, serta ke Amerika Serikat melalui Ford.
“Kami optimistis bahwa pada September mendatang, Indonesia mampu memenuhi standar tinggi seperti Exponential Moving Average (EMA) 50,” tambah Anindya. Standar ini menjadi bukti kualitas dan kesiapan Indonesia dalam bersaing di pasar global.
Indonesia juga membuka peluang kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk negara-negara Barat. Anindya menjelaskan bahwa perusahaan seperti PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk, yang ia pimpin, telah membentuk Indo-Pacific Net-zero Battery-materials Consortium (INBC) untuk memperkuat kerja sama internasional.
Menurutnya, kebutuhan Eropa dan Amerika Serikat terhadap material baterai berbasis nikel memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk berkontribusi.
Peluang kerja sama dengan Amerika Serikat juga menjadi sorotan, terutama di tengah upaya negara tersebut mengembangkan industri kendaraan listrik. Anindya melihat bahwa Indonesia dapat menjadi pemasok perangkat keras bagi industri EV Amerika Serikat dengan menawarkan rantai pasok yang tangguh, efisien, dan terjangkau.
“Meskipun kita belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, peluang ini dapat menjadi dasar untuk menciptakan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Indonesia memiliki sumber daya yang besar untuk mendukung ambisi tersebut. Dari sisi sumber daya alam, Indonesia menguasai 22% cadangan nikel dunia, serta memiliki cadangan timah, tembaga, dan bauksit yang signifikan. Selain itu, potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar, termasuk panas bumi, hidro, tenaga surya, dan angin.
Pemerintah bahkan telah menetapkan target pembangunan pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan, dengan 75% dari total kapasitas tersebut berasal dari energi terbarukan. Angka ini hampir setara dengan kapasitas pembangkit listrik yang sudah terpasang saat ini.
Selain itu, kekayaan biodiversitas Indonesia, seperti hutan, lahan gambut, mangrove, dan terumbu karang, memiliki potensi menyerap karbon hingga 500 gigaton. Ini memberikan peluang pendanaan bagi berbagai inisiatif hilirisasi yang sedang berjalan. Dengan populasi 285 juta jiwa dan potensi pasar Asia Tenggara yang mencapai 800 juta jiwa, Indonesia memiliki basis konsumen yang sangat menjanjikan.
Dalam diskusi bertema “Mendapatkan Rantai Pasokan EV yang Tepat,” Anindya berdiskusi bersama tokoh penting lainnya, seperti Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi Afrika Selatan Bonginkosi Emmanuel Nzimande, Co-Chairman Contemporary Amperex Technology Co., Limited Pan Jian, Presiden Federasi Buruh AS Elizabeth Shuler, dan Pemimpin Eksekutif Rio Tinto Jakob Stausholm. Acara tersebut dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi Business Insider, Jamie Heller.
Melalui pendekatan kolaboratif ini, Indonesia tidak hanya berupaya menjadi pemain utama dalam rantai pasok kendaraan listrik global tetapi juga membuktikan bahwa keberlanjutan bisnis dapat berjalan seiring dengan upaya menjaga keseimbangan lingkungan. Visi ini menunjukkan bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya alamnya untuk mendukung transformasi dunia menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.