enimpost.com,MUARAENIM – Di tengah gempuran tren busana modern dan produk massal, masih ada sosok yang setia menjaga warisan leluhur dengan sepenuh hati. Dialah Yenny Puspitasari, perempuan tangguh asal Muara Enim yang menjadikan Songket Behembang Lingge bukan hanya sebagai simbol kebanggaan budaya, tetapi juga sebagai sarana untuk menggerakkan ekonomi masyarakat.
Songket Behembang Lingge sendiri merupakan tenun tradisional yang memiliki makna mendalam. Motifnya menggambarkan filosofi kehidupan masyarakat Sumatra Selatan yang penuh dengan kearifan lokal, kesabaran, dan ketekunan. Bagi Yenny, setiap helai benang yang ditenun bukan sekadar kain, melainkan sebuah cerita yang merangkai masa lalu, masa kini, hingga harapan di masa depan.
“Songket ini tidak hanya indah dilihat, tetapi juga menyimpan doa dan makna kehidupan. Saya ingin tradisi ini terus hidup, tidak hanya diakui sebagai budaya, tapi juga bisa menyejahterakan pengrajinnya,” ungkap Yenny saat ditemui di galeri kecilnya yang kini menjadi pusat aktivitas UMKM songket.
Berawal dari kecintaannya pada warisan budaya, Yenny memberanikan diri untuk mengembangkan usaha songket dengan melibatkan para ibu rumah tangga dan generasi muda di lingkungannya. Ia sadar, menjaga tradisi tidak bisa dilakukan sendirian. Butuh kolaborasi, semangat, dan kepercayaan diri bahwa produk lokal memiliki nilai tinggi di pasar modern.
Melalui bendera Behembang Lingge, Yenny berhasil mengubah songket dari sekadar pakaian adat menjadi produk fesyen yang bisa dipakai dalam berbagai kesempatan, mulai dari busana sehari-hari, aksesori modern, hingga produk dekoratif. Dengan inovasi ini, Songket Behembang Lingge kini semakin dikenal, tidak hanya di Muara Enim, tetapi juga merambah ke kota besar dan pameran nasional.
Lebih dari itu, keberadaan Behembang Lingge telah membuka lapangan kerja baru. Para perajin songket yang sebelumnya kesulitan menjual hasil tenunnya kini mendapatkan wadah untuk berkarya sekaligus memperoleh penghasilan. Yenny juga rajin memberikan pelatihan tentang pemasaran digital agar produk songket bisa dipasarkan lebih luas melalui media sosial dan platform online.
“Harapan saya sederhana, songket tidak hanya dipandang sebagai warisan nenek moyang, tetapi juga sebagai jalan menuju kemandirian ekonomi. Jika generasi muda mau belajar dan mencintai songket, maka tradisi ini tidak akan pernah punah,” ujar Yenny penuh semangat.
Ketekunan dan visinya dalam menjaga tradisi sekaligus menggerakkan ekonomi lokal menjadikan Yenny Puspitasari sebagai contoh nyata bahwa kearifan budaya dapat menjadi sumber inspirasi dan kekuatan. Di tangannya, Songket Behembang Lingge bukan hanya kain, melainkan jembatan antara tradisi dan masa depan.