enimpost.com,NASIONAL – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI menegaskan perlunya masukan dan pertimbangan dari DPR terkait Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). RUKN ini sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 314.K/TL.01/MEM.L/2024 pada 29 November 2024.
RUKN 2025-2060 merupakan pembaruan dari RUKN 2019-2038 dan menjadi bagian turunan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang sebelumnya telah disepakati Komisi VII DPR pada September 2024, kemudian dikukuhkan oleh Komisi XII DPR pada 21 Januari 2025.
“Alhamdulillah, Rancangan PP KEN telah mendapatkan persetujuan dari Komisi VII DPR pada 5 September 2024, dan disahkan bersama Komisi XII DPR pada 21 Januari 2025. Selanjutnya, RUKN yang mengacu pada KEN perlu dijadikan pedoman untuk penyusunan RUPTL PT PLN (Persero) serta pihak lain pemegang wilayah usaha kelistrikan,” jelas Yuliot saat rapat di Gedung DPR/MPR, Kamis (23/1).
Yuliot juga menjelaskan bahwa dalam RUKN yang ditetapkan Menteri ESDM, target konsumsi listrik per kapita telah disesuaikan dengan arahan Presiden RI terkait pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Target konsumsi listrik per kapita ini juga mengacu pada angka yang ditetapkan dalam KEN, mencakup proyeksi untuk tahun 2030, 2040, 2050, hingga 2060. Perhitungan konsumsi listrik tahunan dilakukan menggunakan model analisis berbasis data KEN.
Sebagai perbandingan, target konsumsi listrik per kapita pada 2060 diproyeksikan sebesar 5.038 kWh. Angka ini berada dalam kisaran skenario KEN dan mendekati tingkat konsumsi listrik Inggris (4.333 kWh) serta Jerman (6.060 kWh) pada 2023.
Dalam hal bauran energi, Yuliot menyampaikan bahwa porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam satuan Million Ton Oil Equivalent (MTOE) yang dicantumkan dalam RUKN telah ditingkatkan. Ini dilakukan guna mendukung target bauran energi primer KEN, yang mencakup sektor industri dan transportasi. RUKN menargetkan pencapaian bauran EBT sebesar 82% pada 2060, lebih tinggi dibandingkan target KEN sebesar 78%.
“Bauran energi dalam satuan TWh untuk RUKN hingga 2030 masih sejalan dengan Rancangan RUPTL PLN 2025-2034. Namun, setelah 2030, bauran energi PLN ditargetkan melampaui angka yang ditetapkan dalam RUKN,” tambahnya.
Selain menargetkan konsumsi listrik dan bauran energi yang tercantum dalam KEN, pemerintah juga merencanakan pembangunan pembangkit listrik serta supergrid untuk mendukung kebutuhan listrik nasional. Kapasitas pembangkit diproyeksikan mencapai 443 GW pada 2060, dengan 79% berasal dari EBT. Dari jumlah ini, sekitar 42% akan didukung oleh Variable Renewable Energy (VRE) seperti tenaga surya dan angin, yang akan dilengkapi teknologi penyimpanan energi.
Sebagai langkah strategis, supergrid dirancang untuk mengatasi perbedaan lokasi antara potensi sumber energi terbarukan yang tersebar dan pusat konsumsi listrik. Supergrid juga diharapkan meningkatkan keandalan sistem kelistrikan nasional sekaligus mempercepat pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
“Pengembangan supergrid ini mencakup interkoneksi utama, seperti Sumatera-Jawa dan Kalimantan-Sulawesi, yang direncanakan terealisasi secara bertahap hingga 2045,” jelas Yuliot.
Meski telah ditetapkan oleh Menteri ESDM, Yuliot menegaskan bahwa RUKN 2025-2060 tetap membutuhkan masukan DPR. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang mengharuskan adanya pertimbangan dari DPR dalam penyusunan dan pengesahan RUKN.