enimpost.com,MUARAENIM — Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, tengah bersiap menjelma sebagai sentra batik lokal baru di Sumatera Selatan. Langkah awal menuju tujuan tersebut ditandai dengan pelatihan membatik bagi kelompok ibu-ibu PKK, hasil kolaborasi antara PT Pamapersada Nusantara (PAMA) dengan Pemerintah Desa Keban Agung. Pelatihan ini bukan sekadar kegiatan rutin pemberdayaan, melainkan sebuah titik awal dalam membangun identitas desa berbasis budaya lokal.
Sebanyak 10 peserta ibu-ibu PKK mengikuti pelatihan dengan antusias di Balai Desa Keban Agung. Hadir membuka acara, Kepala Desa Keban Agung, Fajrol Bahri, menyampaikan visi jangka panjang desa dalam mengembangkan batik sebagai produk unggulan berbasis kearifan lokal.
“Kami tak ingin pelatihan ini berhenti pada sebatas keterampilan. Target kami adalah menjadikan Desa Keban Agung sebagai sentra batik yang memiliki motif dan karakter khas sendiri. Ini bagian dari cita-cita untuk mengangkat nama desa di kancah yang lebih luas, sambil tetap memberdayakan masyarakat,” ujar Fajrol.
Ia menambahkan, dengan dukungan dan pembinaan dari perusahaan seperti PAMA, pihak desa optimistis dapat membangun ekosistem usaha batik yang berkelanjutan, mulai dari produksi hingga pemasaran.
PT Pamapersada Nusantara sendiri, melalui program CSR-nya, menunjukkan komitmen penuh dalam mendukung rencana ini. Danang Prakoso, CSR Section Head PAMA, menjelaskan bahwa pelatihan membatik ini merupakan bagian dari strategi pemberdayaan ekonomi kreatif desa.
“Batik adalah warisan budaya yang sarat nilai, dan kami melihat potensi besar di Desa Keban Agung untuk mengembangkan batik khas lokal. Kami berharap, dari pelatihan ini akan tumbuh unit-unit usaha batik mandiri yang mampu menopang ekonomi keluarga dan desa,” jelas Danang yang hadir bersama Devita Sari Sirait, CSR Officer PAMA.
Pelatihan menghadirkan instruktur profesional Ahmad Syahdan, Ketua UMKM Batik Kujur, yang membekali para peserta dengan keterampilan dasar hingga teknik pewarnaan, serta strategi membangun brand batik lokal. Ahmad juga memberikan motivasi agar peserta mampu menumbuhkan semangat wirausaha berbasis seni dan budaya.
“Desa bisa punya wajah baru lewat batik. Kuncinya adalah konsisten, kompak, dan terus belajar. Motif bisa dikembangkan dari sejarah, alam, atau cerita rakyat desa. Inilah yang akan jadi daya tarik utama,” kata Ahmad dalam sesi pelatihan.
Dengan semangat kolaboratif antara pemerintah desa, masyarakat, dan sektor swasta, harapan menjadikan Keban Agung sebagai sentra batik bukan sekadar mimpi. Pelatihan ini diharapkan menjadi langkah konkret awal menuju pengembangan industri rumahan berbasis budaya yang bernilai ekonomi tinggi.
Jika berjalan sesuai rencana, Desa Keban Agung bukan hanya dikenal sebagai desa tambang, tetapi juga sebagai desa batik yang mengangkat identitas lokal melalui karya kreatif ibu-ibu PKK yang berdaya.